Pengertian Secara
Etimologi
Secara Etimologi berdasarkan makna kata sosiologi berasal
dari 2 suku kata yaitu dari kata Latin Socius yang berarti Kawan dan kata
Yunani Logos yang berarti Kata atau Berbicara jadi menurut Auguste Comte Sosiologi
berarti “berbicara mengenai masyarakat”.
Gambar 1 Sociology |
Pengertian Menurut
Para Ahli
1) Auguste comte Sosiologi adalah Suatu disiplin ilmu yang
bersifat positif yaitu mempelajari gejala-gejala dalam masyarakat yang
didasarkan pada pemikiran yang bersifat rasional dan ilmiah.
2) Max weber Sosiologi adalah Ilmu yang mempelajari tentang
tindakan social atau perilaku-perilaku manusia
3) Emile durkheim Sosiologi adalah Ilmu yang mempelajari
fakta-fakta social yaitu fakta-fakta atau kenyataan yang berisikan cara bertindak,
cara perpikir dan cara merasakan sesuatu.
4) Herbert spencer Sosiologi adalah Ilmu yang menyelidiki
tentang susunan-susunan dan proses kehidupan social sebagai suatu keseluruhan /
suatu sistem
Kesimpulannya sosiologi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan antara individu dengan individu, individu dengan masyarakat, dan
masyarakat dengan masyarakat.
Selain itu, Sosiologi adalah ilmu yang
membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini, khususnya pola-pola hubungan
dalam masyarakat serta berusaha mencari pengertian-pengertian umum, rasional,
empiris serta bersifat umum.
Dalam mengkaji suatu masyarakat, sosiologi mengunakan
sejumlah asumsi yang disebut sebagai perspektif, pendekatan, atau kadang
disebut paradigma. Ketiga-tiganya merupakan cara sosiologi dalam mempelajari
masyakat. Memang, di antara perspektif tersebut berbeda, bahkan kadang saling
bertolak belakang antara satu dengan yang lain. Namun, sekali lagi perspektif
ini hanya merupakan cara pendekatan untuk mengkaji masyarakat. Beberapa
literatur perspektif ini tak jarang disebut sebagai teori, misalnya teori konflik,
teori fungsionalisme, teori interaksionalisme, dan lain sebagainya dengan
masing-masing tokoh pendukungnya.
Beberapa perspektif dalam sosiologi, antara lain Perspektif Evolusi, Perspektif Interaksionis, Perspektif Fungsional, Perspektif Tatanan, dan Perspektif Konflik.
Perspektif
Evolusionis
1. Merupakan
Perspektif teoretis yang paling awal dalam sosiologi
2. Perspektif ini
didasarkan pada karya
Augustu Comte (1798-1857)
dan Herbert
Spencer
(1820-1903)
3. Perspektif ini
memberikan keterangan tentang bagaimana masyarakat manusia
berkembang
dan tumbuh.
4. Para sosiolog
yang memakai perspektif
evolusioner, mencari pola
perubahan
dan perkembangan
yang muncul dalam
masyarakat yang berbeda,
untuk
mengetahui
apakah ada urutan umum yang dapat ditemukan.
Contoh :
a. Apakah faham
komunis Cina akan
berkembang sama seperti
faham komunis
Rusia yang memperoleh kekuasaan tiga dasa warsa lebih dulu.
b. Apakah pengaruh
proses industrialisasi terhadap
keluarga di negara berkembang
sama dengan yang ditemukan di negara Barat.
5. Perspektif evolusioner adalah perspektif yang aktif,
sekalipun bukan merupakan
perspektif
utama dalam sisiologi.
Perspektif
Interaksionis
1. Perspektif ini
tidak menyerankan teori-teori
besar tentang masyarakat
karena
istilah “masyarakat”,
“negara”, dan “lembaga
masyarakat” adalah abstraksi konsptual saja yang
dapat ditelaah secara
langsung hanyalah orang-orang
dan interaksinya saja.
2. Para ahli
interaksi simbolik seperti
G.H. Mead (1863-1931)
dan C.H. Cooley (1846-1929) memusatkan perhatiannya
terhadap interaksi antara individu dan kelompok. Mereka menemukan
bahwa orang-orang berinteraksi
terutama dengan menggunakan
simbol-simbol yang mencakup
tanda, isyarat, dan yang paling penting,
melalui kata-kata tulisan
dan lisan.Suatu kata
tidak
memiliki makna yang melekat dalam kata itu
sendiri,melainkan hanyalah suatu bunyi, dan baru akan memiliki makna bila orang
sependapat bahwa bunyi tersebut memiliki suatu arti khusus.
3. W.I. Thomas
(1863-1947) mengungkapkan tentang
Definisi suatu situasi,
yang mengutarakan bahwa kita
hanya dapat bertindak
tepat bila kita
telah menetapkan sifat situasinya.
4. Berger dan
Luckman dalam bukunya
Social Constructions od
Reality(1966):
Masyarakat adalah
suatu Kenyataan Objektif, dalam
arti orang,kelompok, dan
lembaga-lembaga adalah nyata, terlepas daripandangan kita terhadap mereka.
Masyarakat adalah juga
suatu kenyataan subjektif,
dalam arti bagi setiaporang, orang
dan lembaga-lembaga lain
tergantung pada pandangansubjektif
orang tersebut. Apakah sebagian orang
sangat baik atau sangat keji, apakah polisi
pelindung atau penindas,
apakah perusahaan swasta melayani kepentingan umum atau
kepentingan pribadi-Ini adalah persepsi
yang mereka bentuk
dari pengalaman-pengalaman mereka sendiri, dan
persepsi ini merupakan
“kenyataan” bagi mereka
yang memberikan penilaian tersebut.
5. Para ahli
dalam bidang perspektif
interaksi modern, seperti
Erving Goffman (1959) dan Herbert Blumer (1962) menekankan
bahwa orang tidak menanggapi orang
lain secara langsung;
sebaliknya mereka menanggapi orang lain
sesuai dengan “bagaimana mereka membayangkan orang itu.”
Perspektif
Fungsionalis
1. Dalam Perspektif
ini, suatu masyarakat dilihat sebagai suatu jaringan kelompok yang bekerjasama
secara terorganisasi yang
berekrja dalam suatu
cara yang agak teratur menurut
seperangkat peraturan dan nilai yang dianut oleh sebagian besar masyarakat
tersebut.
2. Masyarakat dipandang
sebagai suatu sistem
yang stabil dengan
suatu kecenderungan ke arah
keseimbangan, yaitu suatu
kecenderungan untuk mempertahankan
sistem kerja yang selaras dan seimbang.
3. Talcott Parsons
(1937), Kingsley Davis (1937) dan Robert Merton (1957) ; Setiap kelompok atau
lembaga melaksanakan tugas tertentu dan terus menerus, karena hal itu
fungsional.
4. Perubahan sosial
mengganggu keseimbangan masyarakat
yang stabil, namun tidak lama kemudian terjadi
keseimbangan baru.
5. Bila suatu
perubahan sosial tertentu mempromosikan suatu keseimbangan yang serasi, hal
tersebut dianggap fungsional;
bila perubahan sosial tersebutmengganggu keseimbangan,
hal tersebut merupakan
gangguan fungsional; bila perubahan
sosial tidak membawa
pengaruh, maka hal
tersebut tidak fungsional.
6. Dalam suatu
negara demokratis, partai-partai
politik adalah fungsional, sedangkan pemboman,
pembunuhan dan terorisme
politik adalah gangguan fungsional, dan perubahan dalam
kamus politik dan perubahan dalam lambang adalah tidak fungsional.
Perspektif
Konflik
1. Perspektif konflik
secara luas terutama didasarkan pada karya Karl Marx (1818 -1883), yang melihat
pertentangan dan eksploitasi kelas sebagaipenggerak utama kekuatan-kekuatan
dalam sejarah
2. C. Wright
Mills (1956-1959), Lewis
Coser (1956), Aron
(1957), Dahrendorf (1959, 1964),
Chambliss (1973), dan Collines (1975): Bilamana, parafungsionalis melihat keadaan
normal masyarakat sebagai
suatu keseimbanganyang mantap, maka
para teoretisi konflik
melihat masyarakat sebagai
beradadalam konflik yang
terus-menerus di antara kelompok dan kelas.
3. Teoretisi konflik
melihat perjuangan meraih
kekuasaan dan pengahasilan sebagai suatu proses yang
berkesinambungan terkecuali satu hal,
dimanaorangorang muncul sebagai penentang
– kelas, bangsa,
kewarganegaraan danbahkan jenis
kelamin.
4. Para teoretisi
konflik memandang suatu
masyarakat sebagai terikat
bersama karena kekuatan dari kelompok atau kelas yang dominan.
5.
Mereka mengkalin bahwa
“nilai-nilai bersama” yang
dilihat oleh para fungsionalis sebagai
suatu ikatan pemersatu
tidaklah benar -benar suatu konsensus yang benar; sebaliknya konsensus
tersebut adalah ciptaan kelompok atau
kelas yang dominan untuk memaksakan nilai-nilai serta peraturan mereka terhadap semua orang.
Referensi
Website
diunduh dari website binus, http:://binusmaya.binus.ac.id 11 Juni 2014 pukul 21:00 WIB
diunduh dari website http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/387/jbptunikompp-gdl-sangrajuli-19321-3-03.babi-i.pdf 11 Juni 2014 pukul 21.35 WIB
No comments:
Post a Comment